All I Know About Pempek (1)

18.47 0 Comments A+ a-

Taken from: http://ejatmiko.multiply.com/

"Orang Palembang ya? Pasti pintar bikin pempek",

adalah sebuah pernyataan yang menurut saya sama dengan menyatakan bahwa,

"Semua perempuan pasti pintar masak."

Kenapa?

"Orang Palembang" di pernyataan paling atas itu digunakan secara pars pro toto. Palembang di situ mewakili juga semua suku lain yang ada di Sumatera Selatan. Orang luar Sumsel, taunya Palembang aja. Padahal Sumsel tentu saja bukan Palembang doang. Dan dari sejarahnya, Pempek itu berasal dari Palembang di sepanjang sungai Musi. Di daerah lain di Sumatera Selatan, pempek yang dianggap asli itu ya yang ada di kota Palembang dan sekitarnya. Saya masih ingat waktu tinggal di Martapura, cari pempek enak sesuai 'standar' keluarga Papa yang dari Palembang, itu susah banget. Waktu itu sih nggak ada malah. Paling ada yang lumayan enak adalah model. Di Muara Enim juga sama. Nah, kalau cari yang enak saja susah, apalagi cari yang pintar bikinnya. Di kota Palembangnya juga, tidak semua orang bisa bikin pempek. Apalagi jaman sekarang, di saat toko-toko pempek dan tukan pempek keliling lebih menjamur dan orang lebih memilih membeli daripada membuat sendiri, makin langkalah yang pintar membuat pempek. Jadi, asumsi bahwa semua orang Palembang pasti bisa bikin pempek apalagi pintar bikin pempek adalah salah. Tapi barulah, kalau dibandingkan dengan orang dari daerah luar Sumsel, tentu saja lebih besar kemungkinannya orang Sumsel bisa bikin pempek:-)

Sejarah Pempek

Lahirnya pempek tak lepas dari sejarah bahwa Palembang pernah menjadi salah satu pusat pendidikan agama Budha. Di saat itulah banyak pendatang dari China. Lalu kenyataan bahwa saat itu di sungai Musi dan anak-anaknya, masih banyak sekali hidup aneka ikan tawar. Konon katanya, di saat ikan melimpah tetapi teknologi pengawetan makanan belum memadai, membuat orang sering harus membuang ikan. Timbullan ide bagaimana caranya supaya ikan-ikan itu bisa dimanfaatkan. Adalah keturunan China yang memanfaatkan ikan lalu ditambahi tepung dan bahan lain hingga menjadi makanan yang lezat. Makanan ini lalu di jual berkeliling. Kalau ingin membelinya, orang akan memanggil penjual ini dengan,"Apek...! Apek...!". Apek apek adalah penggilan setempat untuk keturunan China. Dan seiring perkembangan waktu, dengan sedikit perubahan, justru makanannya lah yang akhirnya dijuluki "pempek".

Sejarah Saya Membuat Pempek

Keluarga besar Mama, berasal dari tepian sungai Enim. Pempek tak pernah masuk kosakata makanan yang dimasak di dapur sendiri. Sampai sekarang pun, Mama tak membuat pempek sendiri. Biasanya pesan atau minta tolong seseorang untuk datang ke rumah atau..ya, beli. Saya dan adik-adik pun mengikuti jejak ini.

Keluarga besar Papa berasal dari Palembang yang rajin membuat sendiri masakan dan makanan terutama yang tradisional Palembang seperti pempek, bahkan menjualnya. Kalau mereka ke rumah atau saya berlibur di rumah mereka, saya suka memperhatikan mereka membuat Pempek. Tapi tidak pernah minta atau diminta nimbrung. Jadi saya hanya memperhatikan saja. Duduk nemplok di lantai dengan tertib dan konsentrasi:-D. Saya senang memperhatikan bagaimana Nyai (Nenek) atau Bibi-bibi saya membulatkan adonan dan membentuknya dengan sangat cekatan. Sepertinya dengan sekali kedip saja, voila, pempeknya sudah siap dicemplungkan ke air rebusan. Bagi saya itu semua bak menonton pertunjukan sulap:-)

Tapi ketertarikan menonton orang membuat pempek, tidak lantas menyulut keinginan saya membuatnya sendiri. Bahkan ketika pindah ke Bandung yang waktu itu tak ada yang menjual pempek enak (Pak Raden juga belum ada), tetap saya tak terbersit membuat pempek sendiri. Mending tunggu pulang kampung saja. Begitu juga ketika tinggal di Jakarta. Apalagi suami belum doyan pempek. Hanya doyan otak-otak. Barulah setelah beberapa lama tinggal di Jerman, yang semakin 'mustahil' mencicipi pempek kalau tidak membuat sendiri, terbersit untuk belajar membuat pempek sendiri. Tak mempan lagi motto,"mending nunggu pulkam aja".

Tapi darimana saya harus memulainya ya?

Di saat itulah rekaman saat-saat saya menonton 'pertunjukan sulap' Nyai dan Bibi-bibi saya itu terputar kembali. Mulai dari mereka menyiangi ikan, membuang kulitnya, mengerok atau menggiling daginnya, menyiapkan adonan, membentuk, hingga menyajikannya. Ditambah dengan resep-resep dari berbagai versi. Plus pengalaman mencicipi pempek enak yang menjadi alat kalibrasinya. Saya siap memulai 'petualangan' menaklukkan Pempek:-)